Di antara keistimewaan bulan Dzulhijjah terletak di 10 hari pertama.
Artinya: "Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai Allah SWT melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah).
Puasa pertama di tanggal 2 April penuh dengan
rona-rona yang mencekam antara puasa mengikuti hisap atau puasa mengikuti
pemerintah. Banyak sekali berita-berita dari yang lucu sampai ke serius. Puasa
kok menunggu Hilal? Memang puasa Hilal yang menentukan?
Terlepas dari itu saya sebagai seorang ibu di
keluaraga harus memberi ketegasan tentang prinsip anutan menjalankan ibadah.
Istilah sesuai dengan keyakinan masing-masing menjadi tak bermakna. Bukankah
enak ikut puasa yang terakhir dan mengakhiri lebih awal, ini keyakinan? Duh
ada-ada saja ya…
Baca yuk fatwa ini:
Mengapa Muhammadiyah bersikukuh memakai metode
hisab?
Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab
wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa
bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter:
Telah terjadi konjungsi atau ijtimak
Ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam
Pada saat matahari terbenam bulan berada di atas
ufuk.
Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih
metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut :
Pertama,
semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal
ini ada dalam ayat :
“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”
(QS, 55, AR Rohmaan :5).
Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa
matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau
diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya.
Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Kedua,
jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa
Rasulullah Saw menggunakan rukyat?
Menurut Rasyid Ridho dan Mustafa AzZarqa,
perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan).
ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman
Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan
melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al
Bukhari dan Muslim,
Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami
tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah
demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan
kadang-kadang tiga puluh hari”.
Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada
atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada
yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat
tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi.
Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa rukyat bukan
tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits
dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa
menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua
keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.
Ketiga,
dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat
kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru
bisa diketahui pada H-1.
Dr. Nidhal Guessoum (Astrofisikawan dari Aljazair
/ Professor di American University of Sharjah, Uni Emirat Arab) menyebut suatu
ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan
terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah
terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
Keempat,
rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam
secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan
Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas
pertama tidak mengcover seluruh muka bumi.
Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat
merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad
dan di bawah lintang selatan 60 derajat adalah kawasan tidak normal, di mana
tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat
melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan
lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24 jam dan malam pada
musim dingin melebihi 24 jam.
Kelima,
jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa
diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin
menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam.
Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh
dunia karena keterbatasan jangkauannya.
Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa
apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh
muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di
zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas
pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.
Keenam,
rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa
Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan
sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah
timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah
dalam memasuki awal bulan Qamariah.
Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan
ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah
jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat
itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah
terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau
balau.
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat
tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan
karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara
selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian
system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita
menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat.
Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender
Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun
2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at
Tausyiyah) menyebutkan:
"Masalah penggunaan hisab: para peserta
telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariahdi
kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan
terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan
hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.
Catatan :
Materi diatas disarikan dari ceramah Ramadan oleh
Prof. Dr. Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah) dalam
pengajian ramadan PP Muhammadiyah tahun 1431 H di UMY.
Tulisan ini di buat sebelum penetapan Kalender
Islam Global yang ditetapkan pada tahun 2016. Pada tahun 2016 Badan Urusan
Agama Republik Turki menyelenggarakan Seminar Internasional Penyatuan Kalender
Hijriyah. Hasil voting dari peserta seminar tersebut mendapat respon positif,
mayoritas menyetujui untuk segera diberlakukannya Kalender Islam Global.
Menurut Prof. Syamsul, tidak mungkin mewujudkan kalender
Islam global kecuali dengan menggunakan hisab sebagaimana kita menggunakan hisab
untuk menentukan waktu-waktu salat. Hisab memang tidak menjadi metode utama
yang digunakan Nabi Muhammad tatkala meninjau awal bulan, namun isyarat-isyarat di dalam literatur
al-Quran dan al-Hadis telah menunjukkan bahwa hisab merupakan metode yang kuat
secara nash.
Pada tahun 2009, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah telah menerbitkan buku pedoman hisab Muhammadiyah.
Tulisanku@hari
1 puasa
#Bulan
Zulhijah
#Penetapan
Puasa yg tegas
#membawa
dampak pd keluarga
Komentar
Posting Komentar