PLAGIASI VS GANGGUAN MENTAL
Oleh: Mudafiatun Isriyah
17 Agustus 2020
Kata plagiarisme berasal dari Bahasa Latin ‘plagiare’ yang berarti mencuri. Serupa dengan definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ‘plagiat’ adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri. Pengambilan hasil karya orang lain sebagai karya sendiri berimplikasi besar.
Seseorang dalam level akademik tertentu berkeinginan untuk menerbitkan karyanya sebagai seorang yang memiliki jati diri terkadang memberikan pandangan lewat tulisan dalam bentuk buku menjadi pilihannya. Namun, entah disengaja atau tidak, atau mendapat ide praktis menjiplak ide orang lain maka terjadilah. Jika dalam hukum positif, hak paten, dagang, dan kekayaan intelektual lainnya sudah diatur dalam berbagai undang-undang. Disini memandang dari sudut pandang kesengajaan mengambil ide orang lain apakah termasuk gangguan mental yang mana? Yuk kita simak.
Sebelum kita membahas lebih dalam tentang gangguan mental, kita melihat fitrah kita sebagai manusia. Menurut fitrahnya, manusia adalah makhluk beragama (homo religious), yaitu makhluk yang memiliki rasa keagamaan dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahannya inilah yang membedakan manusia dari hewan, dan juga mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya di sisi Tuhan. Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat (Nuryadin, 2004: 133).
Menurut Zakiah Daradjat (1982:34) salah satu peranan agama adalah sebagai terapi (penyembuhan) bagi gangguan kejiwaan. Pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari gangguan jiwa dan dapat pula mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya, serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup. Demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang itu dari agama akan semakin susahlah baginya untuk mencari ketentraman batin. Dalam kesehatan mental, gangguan kejiwaan berarti kumpulan dari keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan kejiwaan maupun jasmani.
Menurut Zakiah Daradjat gangguan kejiwaan itu terbagi menjadi dua macam, yaitu neurosis (gangguan kejiwaan) dan psikosis (sakit jiwa). Neurosis dapat dikategorikan suatu bentuk gangguan mental/jiwa yang ringan sedangkan psikosis merupakan gangguan mental yang parah. Pada penderita neurosis hanya perasaannya saja yang terganggu. Oleh karena itu, penderita masih dapat merasakan apa yang dihadapinya sehingga kepribadiannya tidak memperlihatkan kelainan yang berarti dan masih dalam alam kenyataan. Sedangkan pada penderita psikosis tidak saja perasaannya yang terganggu tetapi juga pikiran dan kepribadiannya.
Sedangkan olah pikir otak yang menghasilkan sebuah tulisan yang berguna bagi manusia lain dan diakui negara. Hal ini berkaitan erat dengan hak kekayaan intelektual. Hak ini berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi hasil dari kreativitas seseorang yang memiliki nilai ekonomi.
Jika melihat hak-hak yang secara normal dimiliki oleh seseorang yang memiliki oleh pikir normal, kita lihat yang tidak normal bagaimana. Gejala-gejala yang mengalami gangguan atau penyakit mental tersebut antara lain dapat dilihat dari perasaan pikiran, tingkah laku dan kesehatan badan (Jaelani 2001: 81-82).
Kleptomania berasal dari dua kata yaitu klpto dan mania. klpto berarti mencuri mania berarti kegilaan atau kegemaran yang berlebihan (Depdiknes, 2002: 575). Jadi kleptomania adalah kegemaran mencuri barang milik orang lain sedangkan barang yang ia curi tidak begitu dibutuhkan (http;//www.telaga. org/transkip.php.2013/01/28/memahani_klptomania.ktm).
Dalam hal ini penderita berada di bawah suatu pengaruh yang kuat, untuk melakukan tindak pencurian, yang tidak bisa dikendalikan. Ini terjadi melalui suatu obsesi opresif, tidak mungkin baginya untuk menghentikannya, karena ia mendapatkan kepuasan di dalamnya, walaupun sebenarnya barang curian itu secara ekonomi tidak bernilai, bahkan terkadang ia sama sekali tidak membutuhkannya. Barang yang dicuri bukanlah yang diinginkannya, tapi tindakan pencurian itulah yang merupakan tujuan perbuatannya. Penderita kelainan ini tidak mampu mengendalikan dorongandorongan untuk mencuri dan tidak bisa mengontrolnya. Oleh karena itu, si penderita mencuri tidak didahului oleh suatu rencana, namun bersifat refleks dan ide dari keadaan yang tiba-tiba mendesak dirinya untuk mencuri. Dalam dirinya terdapat dorongan yang kuat untuk melakukan pencurian yang tidak mampu dilawannya. Bahkan, benda yang dicurinya itu tidak berharga, pencurian ini dilakukan karena desakan secara kejiwaan yang tidak mampu di kendalikan dan ini merupakan gangguan jiwa (Al-Isawi, 2005:121-122).
Siapa saja orang yang mengidap kleptomania adalah yang tidak bisa mengontrol dirinya untuk menahan keinginan mengambil sesuatu milik orang (melakukan pencurian). Tidak ada batasan umur atau jabatan atau orang itu kaya dan miskin, wanita atau pria, anak atau dewasa. Kleptomania bisa terjadi kepada siapa saja dan dimanapun berada (http;//www.bukupr.com/2012/ 12/10/kleptomania-merupakan-suatu-gangguan.html).
Dalam sudut pandang Bimbingan dan konseling agar dapat membantu seseorang dalam menangani kasus kleptomania. Hal ini sesuai dengan fungsi bimbingan konseling yaitu membantu manusia agar menggunakan potensi untuk memiliki dan menciptakan lingkungan yang positif sebagai salah satu upaya preventif, kuratif dan preservatif dari hal-hal yang mengotori jiwa manusia dalam membangun kehidupannya, agar individu mampu hidup selaras dengan keterikatan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Musnamar, 1992: 4-5)
Selain itu bimbingan agama juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa, memasukkan aspek agama, seperti keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, dalam kesehatan mental, aspek agama harus masuk karena agama memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Agama merupakan salah satu kebutuhan psikis dan rohani manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama (Sholeh, 2005:25).
Upaya untuk menangani kasus kleptomania ini dibutuhkan adanya bimbingan dan konseling yaitu proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai agama, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan agama yang dianut.
Menyikapi kondisi dan fenomena plagiasi di antara penulis negeri maka perlu dicermati bahwa kleptomania itu bisa terjadi kepada siapa saja dan dimanapun berada. Seseorang yang mengalami kleptomania melakukan pencurian bukan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri atau untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, tetapi sebagai tanda kebanggaan atas dirinya sendiri dan untuk memenuhi rasa puas yang menguasai fikirannya, sehingga para kleptomania setelah mencuri, akan membuang begitu saja hasil curiannya atau diberikan kepada orang lain sebagai hadiah seolah-olah itu miliknya sendiri. Dari sinilah mereka masih memerlukan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kondisi seseorang dengan tujuan agar seseorang menekan dan melatih diri untuk meredam perasaan ingin mengambil ide orang lain.
Kereeen... ini yang untuk antologi inspirsai ya Bu Is?..., dikembangkan menjadi karya inspiratif bu is. Di tunggu ya. Ini yang ku mau. Saya coba pindahkan ke word sesuai arahan nomor 3 ya bu Is?...
BalasHapusRenungan bu Doktor sangat cetar kalau saya refleksi Dirgahayu RI ala Bu Kanjeng yang remeh temeh dan ada di sekitar saya. MERDEKA
BalasHapusMerdeka Indonesia Majuu
BalasHapus